Pengenalan Pajak

Posted by masmulyawan on May 7th, 2019

Ada berbagai definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain: Menurut Soemitro seperti yang dikutip Mardiasmo (2008:1) mendefinisikan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Feldmann seperti yang dikutip oleh Waluyo (2008:2), Pajak adalah prestaasi yang di paksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan aturan pelaksanaan yang
sifatnya dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipunggut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daer
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah yaitu bila dari pemasukannya
yang masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayaipublik investment.
Pengelompokan Pajak
Mengacu pada Waluyo (2008), pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutnya, klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, adalah 2008 pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak
yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subyektif, adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri orang atau badan yang dikenai pajak (wajib pajak). Pajak subyektif dimulai dengan menetapkan orangnya kemudian dicari syarat-syarat obyektifnya.
Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Obyektif, adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada obyek yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subyeknya.
Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3. Menurut pemungut dan pengelolanya
a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah, Pajak Bumi bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak reklame, pajak hiburan.

Tata Cara Pemungutan Pajak
Mengacu pada Mardiasmo (2008), tata cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan setsel, asas dan sistem pemungutan pajak.
1. Setsel Pajak
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (pengahasilan yang kongkrit), sehingga pemungutannya baru bisa dijalankan pada akhir tahun pajak, ialah sesudah penghasilan yang sebetulnya dikenal.
b. Stelsel pendapat (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu pendapat yang dibatasi oleh undang-undang. Contohnya, penghasilan suatu tahhun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada permulaan tahun pajak telah bisa diatur besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini merupakan pajak bisa dibayar selama tahun berjalan, tanpa seharusnya menunggu pada akhir tahun. Meskipun kelemahannya merupakan pajak yang dibayar tak menurut pada situasi yang sebetulnya

c. Stelsel campuran
Stelsel ini adalah kombinasi antara stelsel kongkrit dan stelsel pendapat. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment System
Suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak. Ciri-cirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
2. Wajib Pajak bersifat pasif.
3. pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciricirinya :
1. Wewenang untuk menentukan besarya pajak tterutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

Like it? Share it!


masmulyawan

About the Author

masmulyawan
Joined: May 7th, 2019
Articles Posted: 1