Cerita Bokep Dengan istri Teman

Posted by Romi on February 1st, 2020

Isinya D IA mengundangku datang ke sana untuk berkangen-kangenan. Tak heran orang kampung menjuluki"3 Brothers". Kini Nasem menjadi Kepala Cabang vendor Mobil/Motor di Minahasa dan Hamid menjadi pedagang antar pulau dan tinggal di Tewah. Istriku harus tinggal, untuk menjaga rumah dan anak anak yang harus sekolah.
Lalu, setelah 5 hari 5 malam malam berlayar, aku pun sampai di tujuan. "Nduutt. . ,'' Genduutt. . !!" Teriak mereka. Entahlah. tanyaku. . apa? . ucapku. Sudah? Jelas tidak?" ucap Nasem merinci, dan nampak agak kesal juga melihat kebodohanku yang menonton bokep di https://videongewe.pw.
"Oh begitu maksudmu. Tapi benarkah ucapanmu itu? Dan apakah Sari menyetujuinya?" tanyaku meyakinkan, seraya memberi pertimbangan agar Nasem mengadopsi anak saja.
Menurut mereka, semula memang berniat untuk mengadopsi anak.
"Tapi sebaik-baiknya mengadopsi anak, masih lebih baik punya anak dari rahim istriku sendiri. Dan ini kalau bisa. . ya kan sayang?" ucap Nasem.
"Ya Mas Ndut, kami sudah berunding sebelumnya. Dan demi keinginan kami, aku real menyerahkan tubuhku untuk dibuahi Mas Ndut. ." ucap Sari pelan.
Kini aku paham maksud mereka. Tapi aku tak segera menjawab, mendadak terpampang buah simalakama di mataku. Bila kuterima, ah. . itu berarti aku harus melanggar pagar ayu. Apalagi ini istri sahabat sendiri. Dan bila kutolak, Nasem pasti kecewa. Itu yang pertama. Yang kedua, aku terlanjur datang jauh-jauh dari Jawa. Dan ketiga mengingat budi dan jasanya yang kuterima selama ini, kapan lagi aku bisa membalasnya.
Tapi Nasem terus mendesakku.
"Yah. . bagaimana ini ya. Sem, kuterima atau tidak permintaanmu ini?" kataku.
"Sudahlah Ndut, kuharap kamu bersedia membantuku. Nggak usah risau, kami pun tak ada perasaan apa-apa atas bantuanmu," ucap Nasem meyakinkan.
Aku pun tanpa sadar berucap, "Yah baiklah. Tapi bagaimana nanti kalau gagal?" tanyaku.
"Seandainya gagal, itu bukan kesalahanmu. Nanti kami akan senantiasa berdoa semoga keinginan kami ini dikabulkan," ucap Nasem dengan arif.
Selanjutnya dengan kesepakatan dan restu bersama, aku diminta untuk memulai malam itu juga. Begitu mendengar kesediaanku mereka permisi hendak mempersiapkan kamar tengah. Nasem sendiri nampaknya pindah ke kamar depan. Bantal dan perlengkapan tidur lainnya dibawanya ke depan.
Tepat pukul 22:00 WITA, aku dipersilakan Sari masuk ke kamar tengah yang sudah bersih, indah dan harum. Terasa berat kakiku melangkah, hingga Nasem dan Sari membimbingku masuk. Habis itu, Nasem pun keluar, meninggalkan aku dan Sari berdua di kamar.
"Sari, apakah kamu yakin aku bakal bisa memberi anak nantinya. . ?" tanyaku.
"Mas Ndut, secara pribadi aku yakin kamu bakal bisa memberi anak untukku nantinya." ucapnya manja.
"Aku tidak tega tubuhku yang kotor ini nantinya akan 'mengobok-obok' tubuhmu yang mulus itu."
"Mas Ndut, aku kan sudah bilang ini demi keinginan kami berdua. Jadi tubuhku yang mulus ini kuserahkan padamu Mas. Ayo dekatlah kemari Mas Ndut. Tak usah malu-malu, aku siap bertempur Mas. ." Ucapnya lagi sambil menarik tanganku K-E pembaringan.
Sayup-sayup kudengar pintu jendela depan ditutup dan dikunci.
"Lho siapa yang menutup pintu dan jendela di luar sana itu Sar?" tanyaku, sembari duduk di bibir ranjang.
"un itu pasti Mas Nasem sendiri kok Mas Ndut," jawabnya, seraya menjelaskan bahwa two pembantunya terpaksa dipulangkan agar rencana ini berjalan mulus.
"Oh begitu!" ucapku.
"Mas Ndut aku sudah nggak tahan nich?" ucapnya sambil membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya yang mulus itu. Tubuhnya yang mulus dengan susunya yang begitu montok dan vaginanya yang menantang. Panas dingin aku memandangnya. Lutut ini gemetar dan tubuhku meriang bak kena setrum listrik 1, 000 watt. Aku yang biasa melihat istriku bugil, kini jadi lain.
Di rumah aku biasa tidur dengan beralaskan tikar. Kini aku berhadapan dengan ranjang mewah beraroma wangi, additionally tubuh mulus tergolek di atasnya. Tapi badanku terus menggigil seperti terjangkit malaria berat. Eh, Sari tiba tiba bangun menghampiriku dan melepaskan seluruh pakaianku yang sejak tadi belum kubuka. Aku cuma terbengong-bengong saja. Lalu. .
"Sekarang. . coba Mas Ndut berbaring. ." ucapnya sambil mendorong tubuh telanjangku. Aku menurut saja. Penisku segera menegang ketika merasakan tangan lembut Sari mulai beraksi.
"Wah. . wahh. . besar sekali penismu, Mas Ndut." tangan Sari segera mengusap-usap penis yang telah mengeras tersebut. Segera saja penisku yang sudah berdenyut-denyut itu masuk ke mulut Sari. Ia segera menjilati penisku itu dengan penuh semangat. Kepala penisku dihisapnya keras-keras, hingga membuatku merintih keenakan seperti pada film bokep yang ku tonton dari ..
"Ahh. . ahh. . ohh. ." aku tanpa sadar merintih merasakan nikmat sesaat. Menyadari keringatku yang mengucur dengan deras sehingga menimbulkan bau badanku yang kurang sedap, Buruburu aku mendorong kepala Sari yang masih mengulum penisku itu untuk pamit mau mandi dulu. Lalu, kuguyur badanku dengan segala macam sabun dan parfum yang ada di situ kugosokkan agar badanku harum. Tiga kran yang ada di situ kubuka semua dan kurasakan mana yang berbau sedap, kupakai untuk menyegarkan badan. Bukankah sebentar lagi aku mesti melayani sang putri bak bidadari?! Mungkin sudah terlalu lama aku di kamar mandi, terdengar Sari mengetuknya. Begitu pintu kubuka, ah. Sari berdiri dengan tubuh montoknya. Ohh. . Seandainya yang pamer aurat di depanku itu istriku aku tak akan menanti lama-lama pasti langsung kudekap D-IA. Tapi dia adalah istri sahabatku. "Malaria"-ku yang sempat sembuh waktu mandi tadi, kini kumat lagi. Cepat-cepat aku masuk lagi dan menguncinya. Di dalam kamar mandi aku bimbang bagaimana sebaiknya, kulaksanakan atau kubatalkan saja?
Akhirnya malam itu terpaksa gagal. Hingga pukul lima pagi aku masih belum berani melakukannya. Melihat Sari bak bidadari turun dari kahyangan, memang membuatku tergiur. Tapi ketika berhadapan dengannya nyaliku jadi ciut.
Esoknya rupanya Sari melapor Pad A suaminya. Dan aku ditegur Nasem.
"Ndut, kenapa tidak kamu laksanakan? Bukankah sudah kami katakan." ucapnya.
Aku cuma diam saja. Agar tidak kecewa lagi, malam ini tekadku akan kulipatgandakan untuk melakukannya.
Pukul 22.00 WITA, Nasem meninggalkan kami berdua di ruang tamu. Sejurus kemudian, "Ayo Mas Ndut kita tidur yuk," ucap Sari manja sembari meraih tanganku dan ditariknya ke kamar. Setelah mengunci pintu kamar, D-IA menyuruhku duduk di tepi ranjang dan jari-jarinya yang lentik mulai memijat pundakku. Aneh, setelah dipijat aku menjadi lebih rileks. D-IA sorongkan wajahnya dekat sekali dengan wajahku dan tibatiba bibir kami sudah merapat dan saling menghisap. Lama juga kami berciuman dan juga saling memilin lidah sementara tangan kami saling membelai dan mengusap.
Kami masih duduk berhadapan. Lalu Sarilah yang mulai membuka semua pakaianku. D-IA kecup leherku turun ke bawah K-E da-da dan K-E putting dadaku. Sampai disini, D-IA menjulurkan lidahnya dan putingku dijilat-jilat. penisku langsung menegang, sangat keras dan semakin keras karena diremas-remas olehnya.
Singkat kata, kami pun sudah bertelanjang bulat dan aku pun segera menindih badannya yang kenyal dan padat. Karena ada sisa kegugupan, maka aku langsung coba memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
"Tunggu, pelan-pelan saja Mas Ndut," bisiknya sambil mengelus kepala kemaluanku di depan lubangnya. Pelan-pelan sekali. Lalu tugasnya kuambil alih dan kulanjutkan menyentuh dan menggosokkan kepala penisku itu. Pelan dan pelan sekali. Terasa olehku lubangnya semakin basah dan licin. Tibatiba. . "Slepp. ." masuklah penisku ke dalam sangkarnya.
Aku mulai menggenjot perlahan-lahan. Naik turun, naik turun. Sementara itu bibir kami berdua tetap bertaut. Saling kecup, saling hisap. Tangan Sari mengusap-usap punggungku terkadang turun ke bawah K-E pantat dan jarinya mempermainkan lubang pantatku, geli campur enak. Tanganku sibuk mengelus kepalanya dan rambutnya. Semua kami lakukan dengan pelan dan lembut.
Setiap aku hampir sampai ke puncak, Sari selalu memelukku erat-erat sehingga aku tidak bisa bergerak. Tepatnya, kami berdua diam tak bergerak sambil saling peluk dan penisku tertanam dalam di kemaluannya. Setelah agak reda kembali aku memompa naik turun.
Selang beberapa saat, Sari ganti di atas. Rupanya dia amat menyenangi posisi ini. Ganti sekarang dia yang memeluk dan menciumiku sementara pantatnya bergoyang dan berputar dengan penisku tertancap di dalam kemaluannya. Semakin lama semakin semangat. Sampai akhirnya ia pun mengejang dan mulutnya berdesis-desis dan kepalanya bergoyang-goyang liar ke kiri dan ke kanan, kupeluk D IA dan kutekan pantatnya sehingga sampailah ia Pad A puncak kepuasannya. Lemaslah tubuh Sari dan D-IA menciumi seluruh wajahku sambil mengucapkan,"Terima kasih un Mas? Mas telah melakukan tugas dengan baik. . aku sungguh tidak menyangka Mas bisa membuatku melayang sampai ke langit yang ke-tujuh. . (ucapnya sambil mengecup bibirku, terus tangannya memegang penisku yang menurut dia jauh lebih besar dan panjang dari punya Nasem)".
Selesai tugasku maka aku pun membalikkan badannya dan ganti aku di atas. Kuangkat kedua kakinya dan kubelitkan di kedua pahaku lalu kumasukkan penisku dan kukocok perlahan-perlahan untuk makin lama makin cepat dan akhirnya menyemburlah atmosphere maniku ke dalam lubang vagina Sari. Sari memeluk tubuhku erat-erat dan kami pun berciuman lama. Sempat sekitar sepuluh men it kami diam tak bergerak dalam posisi aku di atas badannya dan tubuh kami tetap jadi satu bersambung dari bawah.
Tak terasa 'pekerjaan' yang kulaksanakan ini sudah menginjak malam ke dua belas.
"Mas Ndut, sebenarnya menurut perhitungan saya, haid saya sudah lewat 7 hari yang lalu," kata Sari pada suatu malam setelah kami kelelahan. Tapi Nasem masih belum yakin istrinya hamil. Aku dimintanya 'bersabar' barang sepuluh hari atau dua minggu lagi. Bersamaan dengan itu, ia mengirimkan uang belanja untuk istriku dan anak-anakku.
Hingga pada suatu hari, terhitung hampir sebulan aku di sana. Nasem membawa istrinya ke dokter ahli kandungan. Tak berapa lama mereka pun pulang dengan wajah yang cerah. Berhasil!
"Oh Ndut, istriku hamil!" katanya gembira.
Kiranya'pekerjaanku' tak sia sia. Kusarankan pada mereka untuk menjaga kandungan Sari, hingga kelak si jabang bayi lahir. Aku sendiri, sudah kangen Pad A keluargaku di kampung. Maklum, hampir sebulan aku meninggalkan mereka. Tapi aku berjanji kepada Nasem, bersedia diundang lagi seandainya hasilnya gagal. Nasem pun tak keberatan melepaskanku pulang. Kebetulan dua hari lagi ada kapal berangkat ke Surabaya. Sorenya mereka belanja oleh-oleh untuk keluargaku di rumah. Aduh bukan principal senangnya hati mereka. Setelah itu aku pun berangkat naik kapal pulang ke kampung.
Singkat cerita, sesampainya di rumah kukatakan Pad A istriku bahwa aku diminta menyelesaikan bangunan rumahnya. Dan istriku percaya saja. Tapi dalam hati, aku merasa berdosa kepadanya.
Delapan bulan kemudian aku menerima surat dari Nasem bahwa'anaknya' telah lahir, wanita, cantik lagi, dan diberinya na-ma Ratih. "Ah syukurlah," gumamku.
Begitulah yang terjadi. Rahasia ini masih kusimpan demi ketenangan keluargaku. Tapi satu hal yang tak dapat kupungkiri, bahwa darah dagingku pun terpisah di sana. Disatu sisi aku bangga dapat membahagiakan sahabatku dan membalas budinya. Tapi disisi lain soal akibat dosanya, kuserahkan kepada Yang Di Atas. Aku hanya dapat berucap, mohon ampun pada-Nya.

Like it? Share it!


Romi

About the Author

Romi
Joined: October 7th, 2019
Articles Posted: 1